Huruf dan Peranannya dalam Komunikasi
Tulisan ini sengaja saya angkat, sebagai bentuk keprihatinan saya terhadap
degradasi rasa untuk menghargai sebuah cara penulisan huruf beberapa waktu
belakangan ini. Tentunya tulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat, dan
dapat diambil sisi positifnya sebagai bahan pembelajaran untuk kita bersama.
Tulisan ini tanpa ada maksud untuk mendiskritkan beberapa kalangan tertentu,
terutama pihak yang menamakan dirinya “anak gaul”.
4kU m3Nc1nt41mU 54Y4n6…
Gaya penulisan di atas, tentunya sudah tak asing lagi dalam penglihatan kita
akhir-akhir ini. Sebuah gaya penulisan subversif yang mendobrak gaya
penulisan yang wajar. Ketika saya pertama kali membaca gaya penulisan ini,
terus terang saya mengalami kebingungan dan lambat respon terhadap maksud
yang ingin disampaikan. Belum lagi, ketika mencoba gaya penulisan ini
sendiri, saya merasakan ketidak efisienan waktu (mungkin belum terbiasa),
begitu lamanya, dan begitu bingungnya yang saya rasakan.
Huruf dan Angka
Huruf (alpha) itu tergantung dari aksaranya. Karena aksara merupakan
sebuah kebudayaan dari huruf itu sendiri. Ada aksara Yunani, Latin, Kanji
dan lainnya. Namun secara aksara universal, telah diketahui bahwa aksara itu
terdiri dari 26 huruf, yaitu dari a-z. Tujuan huruf dibuat, agar menjadi
ruang dimana didalamnya kita dapat meracik kata hingga keluarlah bahasa yang
akan menjadi penyampai pesan untuk berkomunikasi dengan sesama (dalam hal
ini sesama manusia)
Sedangkan angka (numeric), masih merupakan bagian dari aksara seperti
halnya huruf, dan mempunyai kedudukan yang sama dan sejajar dengan huruf.
Namun, angka ini digunakan untuk menyatakan bilangan, jumlah, atau hal-hal
lain yang bersifat matematis.
Dalam perkembangan selanjutnya, akhirnya munculah alphanumeric, yaitu
sebuah penulisan yang menggabungkan huruf dan angka menjadi sebuah kumpulan
aksara yang digunakan sebagai machine language, sebuah bahasa komunikasi
antar mesin (dalam hal ini komputer), untuk pemrosesan data.
Huruf itu Identitas
Huruf, adalah unsur terkecil dari sebuah tulisan. Huruf adalah huruf itu
sendiri, tak bisa dibagi kedalam unsur lain yang lebih kecil. Masing-masing
huruf mempunyai identitas ruangnya tersendiri, atau dalam kata lain huruf
mempunyai kelaminnya masing-masing. Huruf adalah identitas dasar pembentuk
kata, kata ini merupakan karakter dari identitas tersebut, dimana nanti
lewat kata lah lahir sebuah kalimat. Kalimat inilah yang dibawa oleh
kendaraan bernama “Bahasa” untuk menyampaikan maksud atau pesan dari untaian
huruf-huruf tersebut.
Namun, tidak cukup sampai berhenti sampai disitu saja, “Bahasa” sebagai
sebuah jembatan untuk komunikasi, tentunya pasti menyangkut 2 pihak, yaitu
pihak pemberi dan penerima. Disinilah, lahir efek / dampak dari komunikasi
tersebut. Kadang kita lupa, dan sebatas hanya mementingkan penyampaiannya
saja, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari penyampaian tersebut.
Tentunya, dampak tersebut harus bersifat positif, dalam artian harus mampu
memberi kesempatan untuk ruang-ruang inspirasi menjadi lebih terbuka bagi
sekitar, hingga secara tak langsung mampu menggerakkan pikiran dan imajinasi
untuk ikut bergerak positif juga.
Sangat disayangkan, apabila proses penyampaian itu tak mempunyai kekuatan
untuk menyentuh respon objek yang ingin disampaikan. Yang terjadi akhirnya
komunikasi itu menjadi tidak efektif dan efisien, dan tanpa membuka
ruang-ruang baru yang seharusnya mampu mengembangkan ruang-ruang sosialisasi
menjadi lebih berkembang.
Manipulasi Huruf dan Dampaknya
Seperti yang saya katakan di atas, bahwa huruf itu identitas/kelamin.
Seperti halnya pada manusia, memanipulasi identitas/kelamin, tentunya akan
membawa dampak bagi perubahan karakter dari seseorang tersebut, dan itu tak
dapat dipungkiri. Hal tersebut juga berlaku pada manipulasi huruf, dan
tentunya akan merubah karakter dari kata, dan pasti mengubah penyampaian
pesan tersebut.
Hal ini memang terlihat sepele, namun mari kita dedah beberapa kasus
berikut:
4kU m3Nc1nt41mU 54Y4n6
maksud tulisan di atas sebenarnya, pada dasarnya adalah “aku mencintaimu
sayang”, namun telah dilakukan manipulasi huruf vokal menjadi angka, dan ada
beberapa huruf juga yang ditulis huruf kapital. Lantas, secara etika apakah
kita mau membohongi hati kita untuk membaca kalimat di atas sama seperti
membaca “aku mencintaimu sayang”? Jika saya jadi anda, saya tidak akan
membaca tulisan tersebut menjadi “aku mencintaimu sayang”, karena secara
harfiah, seharusnya tulisan tersebut dibaca menjadi:
"empatku mtigancsatuntempatsatumu limaempatyaempatnenam"
mengapa begitu?, karena secara harfiah, “4” bukanlah “A”, begitu seterusnya.
Seperti saya tegaskan di atas, bahwa angka dan huruf adalah ruang yang
berbeda, dan mempunyai unsur makna tersendiri. Apakah mungkin kita mau
membohongi dan membodohi diri kita sendiri yang telah diberi karunia berupa
akal untuk memahami huruf dan angka, dengan melakukan gaya penulisan seperti
itu?. Ketika kita membohongi dan membodohi diri kita, maka secara tak
langsung, kita sudah merendahkan diri dan tidak menghargai identitas kita
apa adanya yang telah digariskan.
Lalu, dengan hasil kalimat seperti di atas, pesan apakah tersampaikan? Saya
pikir anda akan menjawab TIDAK, jika anda masih menghargai diri anda
sendiri. Sehingga menurut saya, kalimat di atas gagal, atau tidak sempurna
melakukan tugasnya, karena ia hanya menyampaikan pesan semata, tanpa
memberikan dampak apapun, karena arti dari tulisan tersebut sangat-sangat
TIDAK JELAS.
2. akU meNcintaimU saYang
Gaya Penulisan pada poin 2, sudah lebih baik dibandingkan dengan gaya
penulisan pada poin 1. Namun, perlu diingat, setiap identitas pastilah
mempunyai emosi, emosi inilah yang akan menunjukkan karakter dari
masing-masing kata tersebut. Penempatan emosi yang salah dan
setengah-setengah, akan menimbulkan kebingungan dan kerancuan terhadap
respon si penerima pesan.
Huruf kapital identik dengan penegasan, gejolak, pengkultusan, dan
simbolitas. Lalu, dengan penulisan seperti di atas, banyak saya menemui
penempatan yang salah, hingga tentunya penyampaian emosi dibalik pesan akan
bias, dan tidak jelas, apa rasa sebenarnya dari pesan tersebut,
bermain-mainkah? Seriuskah? Penegasankah?, sangat-sangat tidak jelas.
Tentunya, hanya dengan peletakan dan porsi yang tepat, akan memberikan
sebuah makna dan emosi yang jelas dari sebuah karakter pesan tersebut.
Penutup
Huruf itu Identitas, maka hargai Huruf sebagai bentuk kita menghargai
identitas diri kita juga. Jika harus melakukan manipulasi, lakukan dengan
porsi yang tepat dan kebijakan emosi, agar karakter dari penyampaian pesan
tetap terjaga, sehingga dampak dari pesan itu dapat dirasakan dengan tepat
oleh sesama dan komunikasi pun dapat dinyatakan BERHASIL.
Demikianlah tulisan ini saya buat, dengan segala kekurangannya. Semoga dapat
menjadi bahan diskusi yang sehat. Kritik sangat diharapkan untuk bahan
pengembangan bersama ke depan agar menjadi pribadi yang lebih baik. Mohon
maaf, bila ada beberapa pihak yang kurang berkenan dengan tulisan ini,
sekali lagi kesimpulan akhir diserahkan kepada pembaca, semoga bermanfaat.
Tulisan ini sengaja saya angkat, sebagai bentuk keprihatinan saya terhadap
degradasi rasa untuk menghargai sebuah cara penulisan huruf beberapa waktu
belakangan ini. Tentunya tulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat, dan
dapat diambil sisi positifnya sebagai bahan pembelajaran untuk kita bersama.
Tulisan ini tanpa ada maksud untuk mendiskritkan beberapa kalangan tertentu,
terutama pihak yang menamakan dirinya “anak gaul”.
4kU m3Nc1nt41mU 54Y4n6…
Gaya penulisan di atas, tentunya sudah tak asing lagi dalam penglihatan kita
akhir-akhir ini. Sebuah gaya penulisan subversif yang mendobrak gaya
penulisan yang wajar. Ketika saya pertama kali membaca gaya penulisan ini,
terus terang saya mengalami kebingungan dan lambat respon terhadap maksud
yang ingin disampaikan. Belum lagi, ketika mencoba gaya penulisan ini
sendiri, saya merasakan ketidak efisienan waktu (mungkin belum terbiasa),
begitu lamanya, dan begitu bingungnya yang saya rasakan.
Huruf dan Angka
Huruf (alpha) itu tergantung dari aksaranya. Karena aksara merupakan
sebuah kebudayaan dari huruf itu sendiri. Ada aksara Yunani, Latin, Kanji
dan lainnya. Namun secara aksara universal, telah diketahui bahwa aksara itu
terdiri dari 26 huruf, yaitu dari a-z. Tujuan huruf dibuat, agar menjadi
ruang dimana didalamnya kita dapat meracik kata hingga keluarlah bahasa yang
akan menjadi penyampai pesan untuk berkomunikasi dengan sesama (dalam hal
ini sesama manusia)
Sedangkan angka (numeric), masih merupakan bagian dari aksara seperti
halnya huruf, dan mempunyai kedudukan yang sama dan sejajar dengan huruf.
Namun, angka ini digunakan untuk menyatakan bilangan, jumlah, atau hal-hal
lain yang bersifat matematis.
Dalam perkembangan selanjutnya, akhirnya munculah alphanumeric, yaitu
sebuah penulisan yang menggabungkan huruf dan angka menjadi sebuah kumpulan
aksara yang digunakan sebagai machine language, sebuah bahasa komunikasi
antar mesin (dalam hal ini komputer), untuk pemrosesan data.
Huruf itu Identitas
Huruf, adalah unsur terkecil dari sebuah tulisan. Huruf adalah huruf itu
sendiri, tak bisa dibagi kedalam unsur lain yang lebih kecil. Masing-masing
huruf mempunyai identitas ruangnya tersendiri, atau dalam kata lain huruf
mempunyai kelaminnya masing-masing. Huruf adalah identitas dasar pembentuk
kata, kata ini merupakan karakter dari identitas tersebut, dimana nanti
lewat kata lah lahir sebuah kalimat. Kalimat inilah yang dibawa oleh
kendaraan bernama “Bahasa” untuk menyampaikan maksud atau pesan dari untaian
huruf-huruf tersebut.
Namun, tidak cukup sampai berhenti sampai disitu saja, “Bahasa” sebagai
sebuah jembatan untuk komunikasi, tentunya pasti menyangkut 2 pihak, yaitu
pihak pemberi dan penerima. Disinilah, lahir efek / dampak dari komunikasi
tersebut. Kadang kita lupa, dan sebatas hanya mementingkan penyampaiannya
saja, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari penyampaian tersebut.
Tentunya, dampak tersebut harus bersifat positif, dalam artian harus mampu
memberi kesempatan untuk ruang-ruang inspirasi menjadi lebih terbuka bagi
sekitar, hingga secara tak langsung mampu menggerakkan pikiran dan imajinasi
untuk ikut bergerak positif juga.
Sangat disayangkan, apabila proses penyampaian itu tak mempunyai kekuatan
untuk menyentuh respon objek yang ingin disampaikan. Yang terjadi akhirnya
komunikasi itu menjadi tidak efektif dan efisien, dan tanpa membuka
ruang-ruang baru yang seharusnya mampu mengembangkan ruang-ruang sosialisasi
menjadi lebih berkembang.
Manipulasi Huruf dan Dampaknya
Seperti yang saya katakan di atas, bahwa huruf itu identitas/kelamin.
Seperti halnya pada manusia, memanipulasi identitas/kelamin, tentunya akan
membawa dampak bagi perubahan karakter dari seseorang tersebut, dan itu tak
dapat dipungkiri. Hal tersebut juga berlaku pada manipulasi huruf, dan
tentunya akan merubah karakter dari kata, dan pasti mengubah penyampaian
pesan tersebut.
Hal ini memang terlihat sepele, namun mari kita dedah beberapa kasus
berikut:
4kU m3Nc1nt41mU 54Y4n6
maksud tulisan di atas sebenarnya, pada dasarnya adalah “aku mencintaimu
sayang”, namun telah dilakukan manipulasi huruf vokal menjadi angka, dan ada
beberapa huruf juga yang ditulis huruf kapital. Lantas, secara etika apakah
kita mau membohongi hati kita untuk membaca kalimat di atas sama seperti
membaca “aku mencintaimu sayang”? Jika saya jadi anda, saya tidak akan
membaca tulisan tersebut menjadi “aku mencintaimu sayang”, karena secara
harfiah, seharusnya tulisan tersebut dibaca menjadi:
"empatku mtigancsatuntempatsatumu limaempatyaempatnenam"
mengapa begitu?, karena secara harfiah, “4” bukanlah “A”, begitu seterusnya.
Seperti saya tegaskan di atas, bahwa angka dan huruf adalah ruang yang
berbeda, dan mempunyai unsur makna tersendiri. Apakah mungkin kita mau
membohongi dan membodohi diri kita sendiri yang telah diberi karunia berupa
akal untuk memahami huruf dan angka, dengan melakukan gaya penulisan seperti
itu?. Ketika kita membohongi dan membodohi diri kita, maka secara tak
langsung, kita sudah merendahkan diri dan tidak menghargai identitas kita
apa adanya yang telah digariskan.
Lalu, dengan hasil kalimat seperti di atas, pesan apakah tersampaikan? Saya
pikir anda akan menjawab TIDAK, jika anda masih menghargai diri anda
sendiri. Sehingga menurut saya, kalimat di atas gagal, atau tidak sempurna
melakukan tugasnya, karena ia hanya menyampaikan pesan semata, tanpa
memberikan dampak apapun, karena arti dari tulisan tersebut sangat-sangat
TIDAK JELAS.
2. akU meNcintaimU saYang
Gaya Penulisan pada poin 2, sudah lebih baik dibandingkan dengan gaya
penulisan pada poin 1. Namun, perlu diingat, setiap identitas pastilah
mempunyai emosi, emosi inilah yang akan menunjukkan karakter dari
masing-masing kata tersebut. Penempatan emosi yang salah dan
setengah-setengah, akan menimbulkan kebingungan dan kerancuan terhadap
respon si penerima pesan.
Huruf kapital identik dengan penegasan, gejolak, pengkultusan, dan
simbolitas. Lalu, dengan penulisan seperti di atas, banyak saya menemui
penempatan yang salah, hingga tentunya penyampaian emosi dibalik pesan akan
bias, dan tidak jelas, apa rasa sebenarnya dari pesan tersebut,
bermain-mainkah? Seriuskah? Penegasankah?, sangat-sangat tidak jelas.
Tentunya, hanya dengan peletakan dan porsi yang tepat, akan memberikan
sebuah makna dan emosi yang jelas dari sebuah karakter pesan tersebut.
Penutup
Huruf itu Identitas, maka hargai Huruf sebagai bentuk kita menghargai
identitas diri kita juga. Jika harus melakukan manipulasi, lakukan dengan
porsi yang tepat dan kebijakan emosi, agar karakter dari penyampaian pesan
tetap terjaga, sehingga dampak dari pesan itu dapat dirasakan dengan tepat
oleh sesama dan komunikasi pun dapat dinyatakan BERHASIL.
Demikianlah tulisan ini saya buat, dengan segala kekurangannya. Semoga dapat
menjadi bahan diskusi yang sehat. Kritik sangat diharapkan untuk bahan
pengembangan bersama ke depan agar menjadi pribadi yang lebih baik. Mohon
maaf, bila ada beberapa pihak yang kurang berkenan dengan tulisan ini,
sekali lagi kesimpulan akhir diserahkan kepada pembaca, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar